<body><script type="text/javascript"> function setAttributeOnload(object, attribute, val) { if(window.addEventListener) { window.addEventListener('load', function(){ object[attribute] = val; }, false); } else { window.attachEvent('onload', function(){ object[attribute] = val; }); } } </script> <div id="navbar-iframe-container"></div> <script type="text/javascript" src="https://apis.google.com/js/platform.js"></script> <script type="text/javascript"> gapi.load("gapi.iframes:gapi.iframes.style.bubble", function() { if (gapi.iframes && gapi.iframes.getContext) { gapi.iframes.getContext().openChild({ url: 'https://www.blogger.com/navbar.g?targetBlogID\x3d18799193\x26blogName\x3dRumah+Cinta+Detamorfosis\x26publishMode\x3dPUBLISH_MODE_BLOGSPOT\x26navbarType\x3dBLUE\x26layoutType\x3dCLASSIC\x26searchRoot\x3dhttps://detamorfosis.blogspot.com/search\x26blogLocale\x3den_US\x26v\x3d2\x26homepageUrl\x3dhttp://detamorfosis.blogspot.com/\x26vt\x3d3475805713395494895', where: document.getElementById("navbar-iframe-container"), id: "navbar-iframe" }); } }); </script>
http://detamorfosis.blogspot.com/
01 November 2007
Rahim Kemarau
kulupakan hari-hari yang lewat
agar aku dapat hidup kembali di hari ini
kubuang puing waktu ke kuburannya yang paling rahasia
barangkali serahasia mimpi
yang ada kemudian hanyalah kesamaran
semakin samar
dan... hilang*

tapi dia tidak sepenuhnya hilang. gerimis yang tiba-tiba merintih pagi ini, yang lahir dari rahim kemarau, datang seperti sapa, memintaku mengingatnya. kepedihan, entah kenapa, selalu punya jalan untuk tetap bertandang.

"ia, aku senang kok sempat jadi hujanmu. makasih juga telah dibuatkan tulisan seperti itu."

aku hanya bisa menulis, debar. dengan itulah aku mengobati semuanya. membuat yang "sempat" bisa jadi abadi, yang sementara dapat bertahan masa. siapa tahu, tulisanku dapat membuat hujan mau tercurah selamanya.

"hujan akan selalu ada, ia. meski bukan aku lagi. bukan aku lagi..."


******



"kamu bisa ikhlas kan, ia?"

bukan bisa. tapi harus, debar. hanya dengan ikhlas aku bisa menerima apa pun yang terjadi sebagai jalan yang mesti dilalui. menyadari diri hanya lintasan-lintasan dari apa pun. jika yang memintas itu mau berlabuh, menetap, atau hanya lewat, semua sudah ada garisnya. semua harus berjalan...

"iya ya, bener banget."

setiap sahabat adalah rahmat. setiap rahmat adalah harap, debar...

"dan setiap harap pasti berjawab, kan?"

dan harap itu cintaku, tidak bicara tentang keabadian, tapi kebersaatan, keterkejutan, nikmat kejap, syukur dalam keterbatasan.

"bagaimana syukur dalam keterbatasan, ya?"

iya, dengan meyakini, memang kebersaatan itulah yang menjadi hakku. singgahmu yang sebentar itulah milikku. aku tak boleh berharap lebih. aku harus mampu berterimakasih dengan meski....

*******
alam memang contoh terbaik dari keajaiban. jika hujan bisa lahir dari rahim kemarau, tawa pun pasti bisa terbit dari fajar airmata. pelan-pelan, aku patrikan hal itu di benakku. aku ikhlaskan dia pergi, tanpa sesal, tanpa pedih. aku kenang semuanya dengan tawa, ucap syukur, dan rasa lega, seperti keleluasaan rasa yang hinggap saat pertamakali kukecup matanya.

berjalanlah, kasih. aku tak memberatimu lagi. karena seperti katamu, engkau tetap akan pergi, kini atau nanti. bergeraklah, raihlah kegembiraanmu. yakinlah, dari tiap sujud sempurnaku, akan tetap lahir doa-doa terbaik tempaan ribuan tahun, yang memanteraimu, menjagamu, agar tetap bahagia, seperti saat sebelum engkau denganku berjumpa. bergegaslah....


*) dikutip dari ingatan, satu pasase dalam novel segi empat patah kaki. Tulisan ini milik asli Aulia Muhammad - www.lingkardiri.blogspot.com/

Labels:

posted with Love @ 5:17 PM  
0 Comments:
Post a Comment
<< Home
 
About

Detamorfosis is Asri Tadda Qauliyah and Dewi Hastuty Sjarief Love Journey

My Entries
Archieves
Blogroll
Credit

    eXTReMe Tracker